Selasa, 23 Februari 2016

Melancong ke Pulau Seribu, cuma Lima Belas Ribu!

Sebelum kita lanjutin kisah backpacking gue di Nusa Tenggara, gue mau intermezzo sedikit tentang liputan yang baru aja gue lakukan di hari senin dan selasa tanggal 22-23 februari 2016 yang lalu.

Yap, sesuai judulnya, kini backpacker kere kayak gue, bisa melancong ke Pulau Seribu dengan budget minimal: cuma lima belas ribu perak, gak pake pajak!. Sebagai warga (Bekasi yang 90 persen hidupnya dihabiskan di Jakarta) Jakarta, gue harus berterima kasih kepada Koh Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta dan PT. Pelni karena kapal yang diberi nama KM Sabuk Nusantara 46 ini lahir atas kebijakan beliau-beliau tersebut.

Berbeda dengan kapal kayu yang berangkat dari Pelabuhan Kali Adem dan kapal cepat yang berangkat dari Dermaga Marina Ancol, KM Sabuk Nusantara 46 ini berangkat dari Pelabuhan Sunda Kelapa yang letaknya tidak jauh dari Stasiun Jakarta Kota. Nah, harga kapal yang murah ini mesti dibayar dengan beberapa permasalahan yang dimulai di sini. Meskipun Pelabuhan Sunda Kelapa ini letaknya dekat dengan Stasiun Jakarta Kota, tapi jarak dari pintu gerbang pelabuhan ke tempat sandar KM Sabuk Nusantara 46 ini jauh banget. And by "jauh banget" i mean jaaauuuuuuuhhhh banget yang kalau gue jalan kaki sih pasti bakal berhenti beberapa kali buat minum-istirahat-duduk-duduk-ngeluh-jalan-lagi-duduk-duduk-minum-misuh-misuh-jalan-lagi-duduk-duduk-berpeluh-keringat-ngomel-ngomel-kenapa-ini-nggak-sampe-sampe. Beruntung aja kemarin gue liputan naik mobil kantor. Jadi buat kalian yang mau mencoba naik kapal ini, lebih baik naik ojek dari Stasiun Jakarta Kota atau kalau pergi rombongan mungkin bisa carter angkot sekalian. Nah, masalah aksesibilitas ini, kata Koh Ahok akan segera terselesaikan karena akan ada bus transjakarta yang menuju kesana. Entah itu melalui pembukaan jalur baru atau feeder busway. Kita tunggu saja kehadirannya.

Permasalahan nggak berhenti sampai disitu saja. Kalau pulau yang kalian tuju adalah Pulau Untung Jawa, kalian beruntung karena pulau pertama yang dituju oleh kapal ini adalah Pulau Untung Jawa. Ya, kapal ini akan transit dibeberapa pulau yaitu Pulau Untung Jawa, Pulau Pramuka, dan kemudian berlabuh di Pulau Kelapa. Perjalanan ke Pulau Untung Jawa ditempuh selama dua jam, kemudian kapal akan transit di Pulau Untung Jawa selama 30 menit untuk menunggu penumpang,  jalan lagi menuju Pulau Pramuka dengan waktu tempuh sekitar dua jam lagi, transit di Pulau Pramuka satu jam, dan menuju tujuan akhir Pulau Kelapa yang membutuhkan waktu satu jam. Jadi kalau kalian mau pergi ke Pulau Kelapa butuh waktu sekitar enam setengah jam. Apesnya lagi kemarin kapal yang dijadwalkan berangkat pukul delapan pagi itu ngaret setengah jam dan saat kapal mau bersandar di Pulau Kelapa makan waktu satu jam karena katanya nahkodanya masih baru. Padahal biasanya sandar kapal ini hanya butuh waktu sekitar 10-15 menit. Jadi total waktu yang gue habiskan diatas kapal untuk menuju Pulau Kelapa kemarin sekitar delapan jam, Berbeda jauh dengan naik kapal kayu yang cuma dua setengah jam. Mungkin ada sebagian dari kalian yang bertanya-tanya dalam lubuk hati yang paling dalam, Loh, yaudah, liburan ke Pulau Untung Jawa aja nggak usah ke Pulau Kelapa? Hmm, kalian salah teman-teman, Pulau Kelapa ini letaknya terhubung dengan Pulau Harapan yang memang salah satu pulau tujuan wisata karena banyak banget homestaynya dan gampang banget akses untuk snorkeling dan hoping island. Pulau Kelapa ini juga dekat banget jaraknya sama pulau pribadi milik Surya Paloh. *informasi maha nggak penting abad ini*


Jadi buat masyarakat kelas menengah ngehe yang masih jadi budak kapitalis kayak gue, yang kalau mau liburan harus ngandelin jatah cuti yang cuma seuprit, kapal ini menurut gue kurang cocok untuk kalian karena alih-alih liburan, waktu kalian malah habis di jalan.

Di balik segala kekurangannya kapal ini juga punya beberapa kelebihan, diantaranya kapal yang bersih dan terawat, serta fasilitas yang lengkap banget. Ada bangsal untuk tidur, musola, kafetaria, klinik p3k, kamar mandi, dan WC, yang masih rapi jali. Awak kapalnya pun ramah-ramah. Kenyamanannya kelas wahid lah untuk harga lima belas ribu.

Oh ya, karena kapalnya baru ada satu, jadi jadwal keberangkatannya belum tersedia setiap hari. Perjalanan dari Pelabuhan Sunda Kelapa menuju Pulau Kelapa berangkat setiap hari senin, rabu, dan sabtu. Sedangkan arah sebaliknya berlayar setiap hari selasa, kamis, dan minggu dengan jam yang sama; jam delapan pagi.

Kesimpulannya, balik lagi ke kebutuhan masing-masing. Kalau punya waktu terbatas lebih baik naik kapal kayu dari Pelabuhan Kali Adem dengan tarif sekitar 50-60 ribu dengan waktu tempuh yang lebih singkat dan fasilitas ala kadarnya atau kapal cepat dari Dermaga Marina seharga 200-300 ribu rupiah dengan waktu tempuh paling singkat dan fasilitas yang mewah. Sedangkan kalau kalian adalah mahasiswa kere yang bisa seenak udel cabut kuliah ataupun entrepreneur sukses yang waktu me-time nya nggak terbatas, nggak ada salahnya menikmati perjalanan menuju Pulau Seribu dengan kapal ini. The choice is in your hand :)

Minggu, 21 Februari 2016

Naga dari Nusa Tenggara, Bagian 2: Terlunta-lunta di Lombok

Setelah persiapan penuh drama, akhirnya tiba juga hari keberangkatan gue ke Lombok. Minggu pagi gue bergegas dari kostan di daerah Mampang Prapatan Jakarta Selatan ke Cengkareng karena pesawat gue akan berangkat jam sembilan pagi dari Bandara Internasional Soekarno Hatta. Dua jam penerbangan ditambah perbedaan waktu sejam antara Jakarta dan Lombok, pesawat gue dijadwalkan sampai di Bandara Internasional Lombok Praya sekitar jam 12 siang dan alhamdulillah tepat waktu. Padahal pakai maskapai yang terkenal akan keterlambatannya itu, lho.

Sampai di Bandara Lombok, bingung karena celingak-celinguk nyari bus damri nggak ada dimana-mana. Taksi? hmm males banget deh pergi sendirian naik taksi karena... MAHAL! hasil googling rata-rata minta sekitar 200 ribuan untuk ke tujuan gue, Senggigi. Beda jauh sama naik damri yang cuma 35 ribu. Hmm gila aja, bisa buat makan dua hari itu selisihnya. Masih bertekad menemukan damri, gue jalan lagi keluar dan akhirnya kegigihan gue terbayar, ketemu! tapi setelah tanya ke supirnya, ternyata bus damri hari ini cuma sampai ke pool bus mereka aja di Terminal Mandalika nggak kayak hari biasa yang sampai ke Senggigi karena jalanan macet banget akibat musim liburan. Duh pak...
Dengan langkah gontai karena bingung harus naik apa, gue jalan balik ke pintu bandara, dan kemudian ngelihat ada pos polisi bandara. Daripada bingung sendiri, gue memutuskan mending tanya-tanya pak polisi aja.

Sayangnya pak polisi juga menyuruh gue naik taksi karena emang hanya itu yang tersedia disini selain bus damri. Pasrah, akhirnya gue memutuskan untuk akan pergi naik taksi. Tapi karena udah terlanjur duduk, ya gue basa-basi aja dulu sama pak polisi. Dia tanya ini pertama kali ke Lombok? gue jawab iya. Bla bla bla.. banyak banget yang diobrolin sampai ke pertanyaan kerja dimana? Begitu tau kalau gue kerja di salah satu stasiun TV swasta yang salah satu programnya tentang pekerjaan polisi itu, si bapak langsung semangat. Dia bilang programnya keren, walaupun program itu belum pernah shooting bareng Kepolisian Lombok. Singkat cerita, pak polisi yang ternyata bernama Pak Irawan ini (gue baru tau namanya setelah di dalam mobil :D) menawarkan tumpangan naik mobilnya buat kearah Senggigi. Gratis!. Yes, rejeki anak gendut! Alhamdulillaaah.

Sampai di Senggigi, gue langsung cari penginapan yang banyak direkomendasiin teman-teman blogger lainnya, gue lupa nama hostelnya apa, yang jelas lokasinya di dalam gang sepanjang Jalan Raya Senggigi, deh. Selain pancakenya yang enak, nggak ada yang spesial dari hostel ini. Tapi untuk harga 80 ribu permalam, rasanya cukup worth it, lah, untuk sekadar melepas lelah di malam hari.

Selesai check in, langsung jalan-jalan keliling Pantai Senggigi. Ramainya luar biasa, sebelas dua belas lah sama Pantai Ancol. Hmm, rasanya kurang tepat berkunjung kesini di musim liburan. Di tengah keramaian *halah* gue teringat rekomendasi Kak Iqbal dan VJ Galak, selain ayam taliwang dan plecing kangkungnya yang sudah tersohor itu, ada satu makanan khas Lombok yang nggak kalah enaknya, yaitu sate bulayak. Sebenarnya sama aja sate ayam dan sapi seperti biasa, tapi bumbunya itu bumbu kacang yang sebelum digiling, sudah direbus dulu pakai santan. Sedangkan yang dimaksud dengan bulayak itu sendiri adalah sejenis lontong yang mendampingi sate tersebut. Bedanya lontong bulayak ini dibungkus menggunakan daun aren, bukan daun pisang. Penjual sate bulayak ini bisa ditemukan sepanjang pesisir pantai di Senggigi. Harganya pun cukup murah, cuma 10 ribu per porsi. Kapan lagi coba sate ini? Langsung deh tanpa ragu-ragu gue sikat seporsi :P

Rasa satenya enak! Mungkin karena kacangnya sudah bersatu padu *apeeeu* dengan santan. Gurih dan agak sedikit manis. Sementara kalau lontong bulayaknya sih, biasa aja seperti lontong-lontong pada umumnya. Disaat gue sedang asyik khusyuk menikmati seporsi sate bulayak bersama es kelapa, tiba-tiba turun hujan dan orang-orang langsung berhamburan meninggalkan pantai. Untung penjual sate ini beratapkan tenda, jadi masih bisa santai deh.

Kalau kata Cholil ERK ada pelangi yang setia menunggu hujan reda, nyatanya gue nggak mendapatkan itu. Yang ada hanya langit berawan hingga menutupi sunset yang harusnya datang kira-kira tiga puluh menit lagi itu. Ya sudah, karena nggak ada lagi yang bisa dilakukan di pantai, gue balik ke penginapan saja.

Senin, 08 Februari 2016

Naga dari Nusa Tenggara, Bagian 1: Persiapan Penuh Drama

Kisah keberangkatan gue ke Flores, Nusa Tenggara Timur ini dimulai ketika salah satu backpacker-mate gue, Bang Emin, semangat banget nyeritain pengalaman dia jalan-jalan ke bagian timur gugusan kepulauan sunda kecil ini ke gue dan Fachry, kawan backpacker gue yang lain lagi. Dia cerita bagaimana indahnya alam disana baik di atas daratan maupun di bawah permukaan laut. Gue yang pengalaman snorkeling paling mantepnya cuma di Pahawang, langsung semangat ketika Bang Emin ngajakin, "yuk kita jalan kesana". Bukan apa-apa, selain cinta banget sama dunia bawah laut, gue juga penasaran sama keberadaan makhluk prasejarah yang tersisa disana. Yup, apalagi kalau bukan komodo. Penasaran aja sih dari dulu, kenapa dari sekian banyak pulau yang ada di dunia, kadal terbesar di dunia (menurut national geographic) ini hanya bisa bertahan hidup di wilayah Flores sana. 

Akhirnya kita janjian akan jalan kesana di akhir juli 2015, kira-kira dua minggu setelah lebaran. Saking semangatnya, tiap malam sebelum tidur gue selalu googling tentang keindahan pulau-pulau di sana, biar uang tabungan gue yang sudah gue anggarkan untuk liburan kesana gak tergoda buat gue belanjain ini itu :D. 

Singkat cerita di suatu malam bulan puasa Bang Emin ngajakin gue dan Fachry ngopi-ngopi di daerah Tebet untuk ngomongin liburan kita kali ini. And you know what? Malam itu Bang Emin dan Fachry yang statusnya kala itu masih mahasiswa di salah satu kampus Ibukota malah ngebatalin pergi karena mereka ternyata ada jadwal ujian ditanggal-tanggal itu. Anjrittt. Gue udah bela-belain nggak cuti di hari lebaran demi bisa ambil cuti di tanggal itu, eh masa nggak jadi pergi? Udah ngiler berbulan-bulan ngeliatin foto-foto di google masa nggak jadi pergi? No way!!

Akhirnya dengan tubuh yang sehat dan jiwa yang kuat, gue memutuskan kalau trip kali ini gue akan jalan sendiri! Walaupun agak deg-degan karena ini akan jadi pengalaman solo backpacking ke luar Pulau Jawa gue pertama, gue nggak akan membiarkan waktu cuti ini terbuang sia-sia. Bermodalkan googling sana-sini, akhirnya gue memutuskan untuk terbang ke Lombok dan ikut live on board pakai kapal wisata dari kencanaadventure.com. Dengan kapal ini, gue bakal menempuh perjalanan empat hari tiga malam diatas kapal dari Lombok ke Labuan Bajo. Selama empat hari itu, kita bakal diajak singgah ke berbagai pulau cantik di sekitar kepulauan Nusa Tenggara, salah satunya Pulau Komodo!

Booking tiket kapal beres, selanjutnya tinggal cari cara gimana untuk sampai Lombok? Kapal gue berangkat hari senin, sementara gue punya waktu dari hari sabtu. Rencana mau naik kereta dari Jakarta sampai Banyuwangi, terus naik bus dan fery melintasi Pulau Dewata sampai ke Lombok biar ngirit. Apa daya, setelah dikalkulasi ternyata waktunya nggak cukup. Buru-buru lah gue booking tiket pesawat ke Lombok untuk penerbangan hari minggu. Berarti gue punya waktu sehari buat jalan-jalan keliling Lombok. Tiket pulang sengaja belum gue beli, karena gue akan selesai live on board di hari kamis, sementara cuti gw masih sampai hari selasa minggu depannya. Go with the flow aja kemana kaki ini melangkah, hehehe..

Penasaran gimana kisah solo backpacking gue selama menjelajah Provinsi Nusa Tenggara? Tunggu postingan selanjutnya ya 😁😁😁

Jumat, 05 Februari 2016

Reinkarnasi

Hai! Rasanya sudah lamaaa sekali gak nulis di blog ini. Terlihat dari entri terakhir, wow empat tahun yang lalu. Masa galau-galaunya skripsi yang akhirnya baru selesai setahun kemudian.

Kalau sebelumnya isi blog ini cuma curhatan nggak penting, mulai sekarang blog ini akan bereinkarnasi menjadi sarana dokumentasi kegiatan berkelana gue, mulai dari persiapan, sampai pengalaman-pengalaman konyol yang selalu aja gue alamin kalo lagi backpacking.  So, be ready for exciting journey, sit back, relax, and enjoy!!!

Sabtu, 16 Juli 2011

Sincerity

Yah sepertinya blog ini kembali bernasib sama seperti blog-blog saya yang lain, tak terurus. Sebenarnya banyak yang ingin di tulis tapi waktunya nggak ada. Ditambah belakangan ini sibuk dengan penelitian untuk TA. Berharap ini segera berakhir. Sangat melelahkan.

Sebentar lagi bulan ramadhan tiba, seperti biasa banyak teman-teman yang saling bermaaf-maafan baik melalui SMS, facebook, maupun twitter. Saya jadi teringat komentar seorang teman di facebook. Dia berkata "maaf sih pasti dimaafin, tapi masalahnya ikhlas gak?? kalo kayak gitu jadi sebenarnya dimaafin atau enggak??"

Dan seperti ini tanggapan teman saya yang lain lagi:

ikhlas ngga ikhlas bukan kita yang nentuin, ikhlas itu soal hati, yang megang kendali atas hati dan menilai keikhlasan bukan kita, tapi Pemilik Hati.


hmmm... cukup menyentuh untuk saya. Ya, saya sudah memaafkan (melupakan lebih tepatnya) semua kejadian yang telah lalu. Masalah keikhlasan, ternyata kita tak punya kuasa untuk hal itu

Sabtu, 28 Mei 2011

Blogger Droid

Mengingat aktivitas saya yang cukup padat (gayaaaa), jarang sekali ada kesempatan untuk duduk di depan laptop untuk menulis blog. Kebetulan sekali tadi sore saat iseng-iseng browsing di android market, saya menemukan aplikasi yang cocok untuk orang seperti saya (hahaha memangnya saya orang seperti apa?)

Nama aplikasi itu adalah "Blogger Droid". Aplikasi ini dapat digunakan untuk mengepost tulisan, gambar, atau pun video ke blog kamu. Interfacenya sangat sederhana. Setelah berhasil login, ada tampilan untuk posting tulisan. Jika anda memilih menu, akan ada pilihan memasukan gambar,video, dan menu pengaturan, simple as that.

Postingan kali ini dibuat dengan aplikasi Blogger Droid tersebut. Kalau tidak berhasil terupload ya berarti saya harus cari aplikasi lain lagi di Android Market. Well, we'll see :)
Published with Blogger-droid v1.6.9

Rabu, 27 April 2011

A New Hip

Entah sudah berapa kali saya membuat blog. Mulai dari yang sekadar ikut-ikutan teman, hingga yang diniatkan untuk belajar menulis. Rasanya sudah puluhan kali saya membuatnya. Puluhan kali juga blog-blog tersebut terabaikan dan hanya memiliki satu postingan saja. Selalu ada kendala dalam menulis di blog. Rasa malas, tak ada waktu, modem rusak, dan alasan-alasan klise lainnya.
Kali ini saya berniat untuk kembali menulis blog. Tujuannya bukan untuk dibaca orang. Kalau hanya untuk itu, saya bisa menulis di Koran Kampus atau BEMedia, yang sudah bisa dipastikan memiliki pembaca, entah berapa jumlahnya. Saya menulis di blog ini hanya untuk menuangkan apa yang saya pikirkan saat-saat ini, yang entah kenapa saya sudah tak percaya untuk menceritakannya kepada orang lain dan juga karena memang saya tak pandai mengutarakan kata-kata dalam bahasa lisan. Selama ini saya hanya berkeluh kesah seperti ini dalam do'a kepada Tuhan, tetapi mungkin dengan menulisnya saya dapat menjadikannya pelajaran di kemudian hari, saat masalah-masalah serupa menerpa saya kembali, namun otak terlalu sempit untuk menemukan solusinya.
Apa yang ingin saya ceritakan saat ini adalah keabsurdan semua kejadian yang menimpa saya selama seminggu ini. Bulan April ini ditutup dengan minggu yang sangat buruk. Dalam seminggu ini, sudah empat kali saya disudutkan oleh orang yang berbeda dalam masalah yang berbeda-beda pula. Entah kenapa orang-orang itu memojokkan saya. Seolah semua kesalahan yang terjadi adalah kesalahan saya. Situasi itu menyebalkan. Oh, memuakkan mungkin adalah kata yang lebih cocok, ketika kita harus mengalaminya empat kali dalam seminggu. Saya tak mengerti. Tuhan, apa salah saya?